Kajian sejarah silek memang rumit karena diterima dari mulut ke
mulut, pernah seorang guru diwawancarai bahwa dia sama sekali tidak tahu
siapa buyut gurunya. Bukti tertulis kebanyakan tidak ada. Seorang Tuo
Silek dari
Pauah, Kota
Padang, cuma mengatakan bahwa dahulu silat ini diwariskan dari seorang kusir bendi (andong) dari Limau Kapeh
[2], Kabupaten
Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Seorang guru silek dari Sijunjung, Sumatera Barat mengatakan bahwa ilmu silat yang dia dapatkan berasal dari
Lintau [7]. Ada lagi Tuo Silek yang dikenal dengan nama Angku Budua mengatakan bahwa silat ini dia peroleh dari Koto Anau, Kabupaten Solok
[8]. Daerah
Koto Anau,
Bayang dan
Banda Sapuluah di Kabupaten Pesisir Selatan,
Pauah di Kota Padang atau
Lintau pada masa lalunya adalah daerah penting di wilayah Minangkabau. Daerah
Solok
misalnya adalah daerah pertahanan kerajaan Minangkabau menghadapi
serangan musuh dari darat, sedangkan daerah Pesisir adalah daerah
pertahanan menghadapi serangan musuh dari laut. Tidak terlalu banyak
guru-guru silek yang bisa menyebutkan ranji guru-guru mereka secara
lengkap.
Jika dirujuk dari buku berjudul
Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau karangan
Mid Djamal (1986), maka dapat diketahui bahwa
para pendiri dari Silek (Silat) di Minangkabau adalah
- Datuak Suri Dirajo diperkirakan berdiri pada tahun 1119 Masehi di daerah Pariangan, Padangpanjang, Sumatera Barat.
- Kambiang Utan (diperkirakan berasal dari Kamboja[?]),
- Harimau Campo (diperkirakan berasal dari daerah Champa),
- Kuciang Siam (diperkirakan datang dari Siam atau Thailand) dan
- Anjiang Mualim (diperkirakan datang dari Persia[?]).
Pada masa Datuak Suri Dirajo inilah silek Minangkabau pertama kali
diramu dan tentu saja gerakan-gerakan beladiri dari pengawal yang empat
orang tersebut turut mewarnai silek itu sendiri
[9].
Nama-nama mereka memang seperti nama hewan (Kambing, Harimau, Kucing
dan Anjing), namun tentu saja mereka adalah manusia, bukan hewan menurut
persangkaan beberapa orang. Asal muasal Kambiang Hutan dan Anjiang
Mualim memang sampai sekarang membutuhkan kajian lebih dalam dari mana
sebenarnya mereka berasal karena nama mereka tidak menunjukkan tempat
secara khas. Mengingat hubungan perdagangan yang berumur ratusan sampai
ribuan tahun antara pesisir pantai barat kawasan Minangkabau (Tiku,
Pariaman, Air Bangis, Bandar Sepuluh dan Kerajaan Indrapura) dengan
Gujarat (India),
Persia (Iran dan sekitarnya),
Hadhramaut (Yaman),
Mesir,
Campa (
Vietnam sekarang) dan bahkan sampai ke
Madagaskar
pada masa lalu, bukan tidak mungkin silat Minangkabau memiliki pengaruh
dari beladiri yang mereka miliki. Sementara itu, dari pantai timur
Sumatera melalui sungai dari Provinsi Riau yang memiliki hulu ke wilayah
Sumatera Barat (Minangkabau) sekarang, maka hubungan beladiri
Minangkabau dengan beladiri dari Cina, Siam dan Champa bisa terjadi
karena jalur perdagangan, agama, ekonomi, dan politik. Beladiri adalah
produk budaya yang terus berkembang berdasarkan kebutuhan pada masa itu.
Perpaduan dan pembauran antar beladiri sangat mungkin terjadi.
Bagaimana perpaduan ini terjadi membutuhkan kajian lebih jauh. Awal dari
penelitian itu bisa saja diawali dari hubungan genetik antara
masyarakat di Minangkabau dengan bangsa-bangsa yang disebutkan di atas.
Jadi boleh dikatakan bahwa silat di Minangkabau adalah kombinasi dari
ilmu beladiri lokal, ditambah dengan beladiri yang datang dari luar
kawasan Nusantara. Jika ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwa
langkah silat
di Minangkabau yang khas itu adalah buah karya mereka. Langkah silat
Minangkabau sederhana saja, namun di balik langkah sederhana itu,
terkandung kecerdasan yang tinggi dari para penggagas ratusan tahun yang
lampau. Mereka telah membuat langkah itu sedemikian rupa sehingga silek
menjadi plastis untuk dikembangkan menjadi lebih rumit. Guru-guru silek
atau pandeka yang lihai adalah orang yang benar-benar paham rahasia
dari langkah silat yang sederhana itu, sehingga mereka bisa mengolahnya
menjadi bentuk-bentuk gerakan silat sampai tidak hingga jumlahnya. Kiat
yang demikian tergambar di dalam pepatah
jiko dibalun sagadang bijo labu, jiko dikambang saleba alam (jika disimpulkan hanya sebesar biji labu, jika diuraikan akan menjadi selebar alam)
klik disini
0 komentar:
Posting Komentar